Jumat, 26 September 2008

“Menyerah Diri Kepada Allah”

Para jama’ah shalat dzuhur MASJID AL MUQORROBIN yang insya Allah dimuliyakan Allah, TIADA KATA YANG PALING PANTAS KITA UCAPKAN DISIANG HARI INI KECUALI KATA SYUKUR KEHADIRATNYA.
Segala puji bagi Allah Rab semesta alam, yang telah begitu banyak memberi kenikmatan kepada kita semua yaitu; nikmat sehat, nikmat iman-islam, nikmat rezeki yang melimpah.

KARENA HINGGA SAAT INI KITA MASIH DAPAT DENGAN IKHLAS MERENDAHKAN HATI KITA TANPA KESOMBONGAN, DALAM BENTUK PENGHAMBAAN KEPADANYA. KITA LETAKKAN DAHI KITA SEJAJAR DENGAN KAKI SEBAGAI BUKTI KITA ADALAH HAMBA YANG LEMAH TIADA BERDAYA, HAMBA YANG DOIF DENGAN BANYAK LUPA DAN KHILAF KEPADA ALLAH.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Nabi kita; Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istiqomah menegakkan risalah yang dibawanya hingga akhir zaman..
JAMAAH YANG SAYA CINTAI DAN DIMULIAKAN ALLAH, KARENA ITU PADA KESEMPATAN KULTUM KALI INI, saya mengajak kepada para Jama’ah khususnya pada diri saya sendiri untuk BANYAK MENGINGAT ALLAH, TEMA YANG SAYA AMBIL ADALAH “Menyerah Diri Kepada Allah”.

Allah berfirman dalam surah Lukman(31):22

[31:22] Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
Yang dimaksud dengan berserah diri ialah menyerahkan jiwa seutuhnya kepada Allah dengan keyakinan penuh bahwa Dia Yang Maha Suci dan Maha Pengatur pasti memilihkan yang terbaik bagi manusia. Berserah diri bukanlah berarti mengabaikan usaha, tetapi justru harus berupaya sekuat kemampuan yang ada.

Gambaran orang yang berserah diri adalah seperti orang yang menggantungkan jiwanya pada Arasy Allah, sementera kakinya menapak di bumi.

Orang yang berserah diri, ikhlas menerima segala ketentuan, musibah ataupun nikmat, yang dipilihkan Allah baginya. Yakin bahwa Dia Yang Maha Pengasih dan Penyayang tidak mungkin menganiaya hamba-Nya.

Untuk dapat berserah diri, diperlukan sikap mental yang positip. Dasarnya adalah, kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah. Menyakini bahwa ketentuan apapun yang ditetapkan Allah bagi kita, merupakan pilihan yang terbaik, yaitu sejalan dengan apa yang selalu kita mohonkan pada setiap shalat ……………..

[1:5] Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan

[1:6] Tunjukilah kami jalan yang lurus,

[1:7] (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.


Agar kita selalu berprasangka baik kepada Allah, renungkanlah ilustrasi ringan sebagai berikut:

1. Seorang pemilik kebun yang ahli dalam bidang pertanian, memotong-motong cabang atau dahan pohon agar pohon itu kelak menghasilkan buah yang banyak. Sekirang saja pohon itu dapat merasa, perbuatan baik ini tentunya akan dianggapnya sebagai suatu penyiksaan yang kejam.
2. Atau seorang ibu, demu kasih sayang kepada anaknya tidak memenuhi permohonan anaknya karena akan mendatangka mudharat, meskipun anaknya sangat menginginkannya.

Begitu juga Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Terkadang ia memberi bencana, karena kalau bencana itu tidak diberikan, maka manusia tidak akan mampu mengambil pelajaran. Ia melarang hamba-Nya untuk mengikuti hawa nafsunya, semat-mata demi kebaikan si hamba itu sendiri. Tentu saja bagi orang yang tidak mengenal sifat-sifat Allah, ia tidak akan mengerti hal ini, bahkan balik menuduh Allah berlaku sewenang-wenang.

Sebaliknya bagi orang yang mengerti apa maksud tindakkan Allah itu, jiwanya akan selalu rela dan pasrah, baginya apapun ketetapan yang Allah pilihkan untuknya ia yakin memang itulah yang terbaik. Dalam hadits riwayat Muslim dan Ahmad, Rasulullah saw bersabda:

“Demi Allah yang jiwaku ditangan-Nya, tidaklah Allah menetapkan satu ketetapan bagi seorang mukmin melainkan hal itu baik baginya, dan yang demikian itu hanya bagi seorang mukmin.”

Penegasan Allah dalam surah Al-Anfaal (8):51

[8:51] Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya,

Dari uraian diatas, tampaknya tidak ada pilihan lain bagi orang yang berakal selain harus yakin bahwa kejadian yang menurut mata manusia indah, sesungguhnya belum tentu baik menurut Allah. Demikian juga kejadian yang kita pandang buruk, belum tentu jelek dalam pandangan Allah.

Janji Allah bagi orang yang berserah diri, dalam surat Ath-Thalaq(65):3:

“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”

Rasulullah saw pun bersabda:

Jika kalian berserah diri kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa, niscaya Allah menjamin rezekimu sebagaimana Allah menjamin kebutuhan burung yang terbang di waktu pagi dengan perut kosong, dan pulang di waktu sore dengan perut kenyang.”(Riwayat Imam Akhmad dan Tirmizi)

Nabi Ibrahim as pernah bersabda:

“Salah satu sebab aku menjadi kekasih Allah adalah karena aku tidak pernah merisaukan sesuatu yang telah ditanggung oleh Allah.”

Adapun indicator keberhasilan berserah diri, yaitu tidak adanya rasa was-was, khawatir atau pun kecewa. Yang ada adalah ucapan dengan penuh rasa syukur alhamdulillah atau dengan penuh rasa ikhlas innalillahi wainnaillaihi rojiun.

“……….barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Al-Baqarah (2):112.

Bagi orang yang berserah diri, ia tidak akan mengeluh atau protes kepada Allah atas ketentuan yang ditetapkan padanya. Tindakan yang dilakukannya hanya semata-mata karena taat mematuhi perintah Allah.

Dia berlaku baik bukan sebagai balasan karena orang telah berbuat baik kepadanya, tetapi kebaikan itu dilakukannya semata-mata karena Allah memerintahkan manusia untu berbuat kebajikan. Pandangan bathinnya polos sebagaimana adanya, tidak ada buruk sangka. Lirikannya tanpa disertai emosi. Jiwanya tidak terguncangkan oleh adanya stimulan baik yang bersal dari dalam jiwanya sendiri maupun yang bersal dari lingkungannya. Dia dapat merasakan kaya tanpa harta, sakti tanpa ilmu.

Sebagai kesimpulan, kunci agar dapat berserah diri kepada Allah adalah kita harus selalu berprasangka baik kepada Allah.

Berusahalah dahulu dengan segenap kemampuan yang ada, kemudian serahkan ketentuan hasilnya kepada Allah. Apapun hasil yang diperoleh dari usaha kita itu, yakinlah bahwa itu merupakan yang terbaik atau yang paling sesuai dengan kebutuhan kita saat ini, yaitu sejalan dengan permintaan kita pada stiap shalat


[1:6] Tunjukilah kami jalan yang lurus,

Ingat pula bahwa musibah yang menimpa bukanlah untuk ditangisi, tetapi merupakan isyarat dari Allah agar kita segera berbenah diri, melakukan introspeksi adakah aturan main-Nya kita langgar.

“……….bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka……….” Al-Maidah (5):49

“Apa saja ni'mat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri………..” An-Nisaa (4):79

JAMAAH YANG SAYA CINTAI DAN DIMULIAKAN ALLAH, demikianlah apa yang dapat saya sampaikan. Bila ada kekurangan mohon dimaafkan. Semoga ada manfaatnya bagi diri saya dan semuanya.

Hadanallahu wa iyakum ajmain. Billahi taufiq wal hidayah. Wassalamu’alaikum w.w.


Amien

Kultum Karyawan Hari Selasa, 22 juli 2008
Masjid Al-Muqorrobin

Tidak ada komentar: